Dari Anyer Untuk Indonesia

Nampak jelas dari kejauhan, mercusuar ini menyambut kami seakan menjadi penanda kita telah memasuki daerah Anyer.

Terletak di Kampung Bojong, Desa Cikoneng, Anyer, Mercusuar ini merupakan hadiah dari Raja Belanda pada masa itu Z.M Willem. Mercusuar yang dibangun pada tahun 1885 ini adalah mercusuar pengganti yang dibangun tepat diatas mercusuar sebelumnya yang hancur karena dahsyatnya letusan gunung krakatau 1883.

Konon katanya mercusuar ini memiliki tinggi 75,5 meter dan memiliki 18 tingkat. Namun sayang sekali saya hanya bisa naik ke tingkat 3 ketika masuk kedalamnya.

Sekitar 30 meter dari mercusuar ini terdapat titik nol kilometer sebagai titik awal pembangunan jalan dari Anyer sampai ke Panarukan (Jawa Timur).

(Kredit Foto : Rina Mardiana)

Saya beruntung sekali sore itu bisa menyaksikan pertunjukan Rampak Bedug di pelataran tugu nol kilometer ini.

Rampak Bedug adalah sebuah pertunjukan kesenian khas Banten yang menampilkan puluhan bahkan ratusan bedug yang ditabuh secara bersama-sama namun tetap dalam ritme yang sama.

Dan sebanyak 99 bedug yang ditabuh oleh 400 lebih santri dari berbagai madrasah disekitar Anyer sore itu, berhasil memukau ratusan pasang mata peserta Persamuhan Nasional Pembakti Kampung yang datang dari berbagai daerah di Indonesia.

Acara yang berlangsung pada tanggal 26 – 30 Oktober 2019 ini mempertemukan pegiat kampung untuk saling berkolaborasi, bertukar gagasan, berbagi pengalaman dan strategi yang mungkin dapat dibawa dan diterapkan pada kampung masing-masing ketika pulang nanti.

Selain acara persamuhan, para pembakti kampung yang hadir juga ikut serta dalam upacara bendera peringatan hari sumpah pemuda sehari sebelumnya.

Bayangkan ratusan orang dari Aceh sampai Papua berkumpul mengikrarkan sumpah pemuda, kemudian dilanjutkan dengan hiburan kolaborasi spontan.

Semuanya berpartisipasi membawakan nyanyian, tarian, dan puisi daerah masing-masing.

Merinding!

Tentu ada pula obrolan-obrolan colongan antar peserta. Tidak salah memang jika ada yang berkata “keakraban bisa berawal dari segelas kopi”, karena keakraban antar peserta justru terasa sangat hangat pada saat sesi coffee break.

Berbagai cerita bagaimana mengelola komunitas kampung, ide pengembangan kampung atau hanya sekadar cerita receh-receh membuat saya menyadari, siapapun kita, dari manapun asal nya, apapun suku dan agamanya, sebenarnya kita semua sedang memperjuangkan bangsa yang sama bernama Indonesia dengan cara kita masing-masing.

Kita hanya perlu untuk saling menghargai dan tidak merasa menjadi yang paling berkontribusi untuk bangsa lalu menjadi intoleran.

Masih ada harapan untuk bangsa ini. Bhineka Tunggal Ika bukan Bhineka Tinggal Asa.

 

8 thoughts on “Dari Anyer Untuk Indonesia

  1. Salken tetangga 😀 kita ketemu sewaktu dipanggil sama bu Irene yaa, ku kira tak ada dari Sumbar ternyata ada. Rampak Bedug ini berulang kali banget di pertunjukkan, kayanya jadi pion banget ya sewaktu persamuhan kemarin, seneng banget bisa hadir di Anyer akhir bulan lalu itu. Seru acaranya.

Leave a Reply to Athri Kasih Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.